1. Pengertian Analisis
TransaksionalDalam buku Transactional Analysis in Psychotherapy, Berne (1961)
mendefinisikan analisis transaksional sebagai sistematika analisis struktur
transaksi, mencakup aspek-aspek kepribadian dan dinamika sosial yang disusun
berdasar pengalaman klinis serta merupakan bentuk terapi rasional yang mudah
dipahami, dan mampu menyesuaikan dengan latar budaya klien. Analisis
transaksional adalah metode yang menyelidiki peristiwa dalam interaksi orang
per-orang, cara mereka memberikan umpan balik serta pola permainan status ego
masing-masing. Metode ini kemudian dikenal sebagai salah satu teknik
psikoterapi yang dapat digunakan dalam pelatihan individual, tetapi lebih cocok
digunakan secara berkelompok (Corey, 2005). Analisis transaksional menurut
pandangan Stewart (1996) berbeda dengan sebagian besar model terapi lain karena
merupakan bentuk terapi berdasarkan kontraktual dan desisional. Analisis
transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan
jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses pelatihan. Analisis
transaksional juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien
dan menekankan pada aspek-aspek kognitif rasional-behavioral serta berorientasi
pada peningkatan kesadaran, sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan
baru untuk mengubah cara hidupnya (Spanceley, 2009). Sementara menurut
pandangan Spanceley (2009), metode analisis transaksional sebagai bentuk
penanganan masalah-masalah psikologis yang didasarkan atas hubungan antara
klien dan terapis demi mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan diri.
Kesejahteraan diri dimaksud meliputi : terbebas dari keadaan tertekan,
gangguan alam perasaan, kecemasan, berbagai gangguan perilaku khas serta
masalah-masalah ketika membangun hubungan dengan orang lain. Dari berbagai
definisi dapat disimpulkan bahwa analisis transaksional merupakan model
analisis struktur dan fungsi status ego seseorang yang mempengaruhi dirinya
dalam membangun transaksi dan interaksi dengan lingkungan dimana seseorang
berada. 2. Dasar Filosofi dan Tujuan Analisis
TransaksionalAnalisis transaksional (AT) berakar
pada sebuah filsafat antideterministik bahwa manusia sanggup melampaui
pengondisian dan pemograman awal. Disamping itu, analisis transaksional
berpijak pada asumsi-asumsi bahwa setiap orang sanggup memahami putusan-putusan
masa lampaunya dan bahwa mereka pun mampu memilih untuk kemudian memutuskan
kembali setiap keputusan yang telah dibuat sebelumnya (Covey, 2005). Dengan
demikian analisis transaksional meletakkan kepercayaan pada kesadaran dan
kesanggupan individu.Sebagai pendiri dan pengembang AT,
Berne (Spanceley, 2009) memiliki pandangan optimis tentang hakikat individu,
yaitu: a. Individu adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk hidup sendiri.
Individu memiliki potensi untuk mengelola dirinya, termasuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga menjadi pribadi yang otonom dan
mandiri, terlepas dari ketergantungan terhadap orang lain. b. Individu adalah
makhluk yang memiliki potensi untuk membuat keputusan. Individu mempunyai
kemampuan untuk membuat rencana-rencana kehidupan, kemudian memilih dan
memutuskan rencana-rencana terbaik bagi dirinya. Rencana-rencana yang telah
dibuatnya itu terus dinilai sesuai dengan irama perkembangan hidupnya, sehingga
ia dapat memutuskan rencana yang lebih baik lagi bagi kehidupan selanjutnya. c.
Individu adalah makhluk yang bertanggung jawab. Individu bukan hanya mampu
hidup mandiri dan membuat keputusan untuk dirinya, namun ia juga mampu
bertanggung jawab atas pilihan dan putusan yang diambilnya serta konsekuensi
yang akan ditimbulkannya. Pandangan ini sangat mempengaruhi usaha-usaha bantuan
terapi terhadap klien. Dalam hal hubungan terapis dan klien, maka ciri hubungan
idealnya adalah transaksi sejajar (compliment) dalam proses terapi dan keduanya
harus sama-sama berbagi tanggung jawab dalam penetapan dan pencapaian tujuan
terapi.Berne (1961) kemudian menjadikan
argumentasi mengenai hakekat individu tersebut sebagai indikator menunjuk pada
istilah OK bagi setiap individu. Oleh sebab itu hubungan diantara individu
harus mencapai keadaan OK dengan jalan masing-masing harus mengakui prinsip
dasar hakekat individu. Secara garis besar tujuan analisis transaksional dapat
dijelaskan (Steiner, 2005) sebagai berikut : a. Mencapai otonomi diri
termasuk menggunakan setiap unsur status ego secara sadar dan memadai. b.
Membuat setiap individu menjadi akrab dengan metode analisis transaksional.
Artinya bahwa pada saatnya akan terjadi pertukaran dalam bentuk transaksi,
interaksi dan komunikasi yang sesuai tanpa mengganggu transaksi ciri status ego
secara tumpang-tindih dan berlangsung secara spontan (menjadi kebiasaan).Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dasar filosofi AT adalah bahwa manusia merupakan mahluk yang bebas,
bertanggungjawab, mandiri dan sanggup melampaui keputusan awal dengan keputusan
baru untuk menyongsong perubahan yang lebih baik. Oleh sebab itu konsep AT
menggunakan dasar filosofi ini untuk mendudukan kembali fungsi-fungsi manusia
sebenarnya melalui bentuk-bentuk transaksi yang seimbang, positif dan OK. 3. Pengertian Beberapa Konsep Utama
Analisis TransaksionalKonsep utama merupakan unsur-unsur
penting yang melengkapi model analisis transaksional secara keseluruhan. Adapun
konsep utama tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :a. Status EgoMenurut Berne (1961) setiap gambaran
tingkahlaku yang diperlihatkan individu sebagai manifestasi dari proses
psikologis dalam dirinya terbentuk atas proses hasil timbal-balik setelah
individu menafsir dan mengolah setiap informasi yang diterima dari dunia di luar
dirinya diistilahkan sebagai status Ego atau Ego State.Berne (1961) mula-mula mengategorikan
secara garis besar unsur-unsur yang dapat ditemukan dalam kepribadian manusia
menjadi tiga jenis status Ego, yaitu, eksteropsikis (“ekstero” berarti “dari
luar”), arkeopsikis (“arkeo” berarti “dari dulu”), dan neopsikis (“neo” berarti
“dari masa kini”). Eksteropsikis adalah pengaruh psikis dan pengalaman dalam
diri seseorang yang didapatkan dari mereka yang pernah membesarkan seseorang
sebagai anak kecil, yaitu orangtua dan orang dewasa yang berada di dalam sebuah
keluarga. Arkeopsikis adalah pengaruh psikis yang didapatkan dari sisa-sisa
pengalaman mereka sebagai seorang anak kecil. Akhirnya, yang dimaksud dengan
neopsikis adalah pengalaman baru di dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai
orang dewasa yang berpikiran rasional. Setiap individu pasti mendapatkan
beberapa pengaruh tersebut dalam ciri kepribadiannya.Istilah-istilah ini dinilai Berne
terlalu sulit untuk dimengerti oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, Berne
memakai istilah yang lebih mudah untuk dimengerti yaitu pengaruh eksteropsikis
disebutnya dengan istilah status Ego Parent atau status Ego Orangtua,
arkeopsikis diganti dengan status Ego Child atau status Ego Anak, dan neopsikis
dinamai status Ego Adult atau status Ego Dewasa. status Ego yang menjadi
karakter seseorang ketika dia melakukan transaksi dengan yang lainnya dapat
diketahui dari caranya dalam berkomunikasi, seperti pada kalimat yang
diungkapkannya dan bagaimana cara dia berbicara.Istilah status Ego berbeda dari
istilah status Ego menurut pandangan Sigmund Freud (Boeree, 2006), yaitu id,
ego dan super-ego. Karena bukan merupakan construct sebagaimana ciri status Ego
Freud, maka bagian status Ego Berne adalah yang dapat diamati dengan indera dan
merupakan bagian dari kenyataan fenomenologis (Harris, 1992).1) Klasifikasi Status EgoStatus ego terbentuk dalam diri
seseorang melalui pengalaman-pengalaman membekas dalam diri yang terbawa sejak
masa kecilnya. Pengalaman tersebut meliputi pendapat, pandangan, sikap, hasil
mencontoh perilaku Orangtua – para tokoh atau orang penting, yang mempengaruhi
kehidupannya.Ketiga status Ego ini akan menjadi
bagian yang digunakan setiap orang dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam
pandangan Harris (1992), proses tersebut muncul karena adanya pemutaran
berulang setiap data kejadian baik menyangkut orang, waktu, keputusan, atau
perasaan yang nyata pada waktu-waktu lalu yang hingga kini masih tersimpan.
Setiap inisial status ego yang ditulis dengan huruf kapital (P-A-C),
dimaksudkan untuk menunjuk pada status ego tidak aktif atau untuk menjelaskan
ketiga status ego secara statis. Sebaliknya inisial status ego yang ditulis
dengan huruf p-a-c, menunjuk bahwa yang dimaksud adalah status ego aktif.a) Status ego Orangtua (Parent)Jika individu merasa dan bertingkah
laku sebagaimana Orangtuanya dahulu, maka dapat dikatakan bahwa individu
tersebut dalam keadaan status ego Orangtua. Status ego Orangtua merupakan suatu
kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana
Orangtua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya. Ada dua bentuk
sikap Orangtua, yaitu: (1) Orangtua Pengritik (Critical Parent). Status ego
Orangtua Pengritik secara keseluruhan adalah ekspresi pikiran dan perasaan
seseorang dari sifat menghakimi. Orang yang memiliki status ego Orangtua
Pengritik cenderung menyampaikan pesan larangan dan penilaian ketika
menyampaikan pesan atau sesuatu kepada orang lain (Graham, 2009).
Ungkapan-ungkapan dari status ego Orangtua Pengritik lebih bersifat pendapat
atau opini mengenai sesuatu dan cenderung mengkritik atau menilai tanpa
menerima alasan atau pembelaan dari lawan bicaranya, termasuk menolak
memberikan solusi pemecahan masalahnya. Contoh: “Kamu bodoh, menyetrika baju
saja kamu tidak bisa.” (2) Status Ego Orangtua Pembimbing (Nurtural Parent).
Berbeda dengan status ego Orangtua Pengritik, status ego Orangtua Pembimbing
cenderung berisi ungkapan pengertian dan kasih sayang. Sifat utamanya adalah
layaknya orangtua yang baik, di antaranya adalah mengajarkan, mendukung,
memberi bimbingan dan bahkan menentukan peraturan pada orang lain (Graham,
2009). Ekspresi wajah yang ditampilkan oleh orang dengan status ego Orangtua
Pembimbing lebih terlihat tenang dan intonasi suara lembut. Contoh dari
ungkapan status ego ini adalah: “Saya akan mengajari anda cara membuat laporan
dengan benar, setelah itu silahkan anda mencoba untuk buat sendiri laporannya.
Saya yakin Anda pasti bisa.”b) Status Ego Dewasa (Adult)Jika individu bertingkah laku secara
rasional, melakukan testing realita, maka individu tersebut dikatakan berada
dalam status ego Dewasa. status ego Dewasa dapat dilihat dari tingkah laku yang
bertanggung jawab, tindakan yang rasional dan mandiri. Sifat status ego Dewasa
adalah obyektif, penuh perhitungan dan menggunakan akal.c) Status ego Anak (Child)Status ego Anak berisi perasaan,
tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang
bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak. Jika individu melakukan, berperasaan,
bersikap seperti yang dilakukan pada masa kanak-kanak, maka individu tersebut
dalam kaadaan status ego Anak. status ego Anak dapat dilihat dalam dua bentuk,
yaitu: (1) Status Ego Anak yang menyesuaikan (Adapted Child) Anak menyesuaikan
diwujudkan dengan tingkah laku yang dipengaruhi oleh orangtuanya. Hal ini dapat
menyebabkan anak bertindak sesuai dengan keinginan Orangtuanya seperti penurut,
sopan dan patuh, sebagai akibatnya, anak akan menarik diri, takut, manja dan
kemungkinan mengalami konflik. (2) Status Ego Anak yang Bebas (Free Child) Anak
yang wajar akan terlihat dalam tingkah lakunya seperti lucu, tergantung,
menuntut, egois, agresif, kritis, spontan, tidak mau kalah dan pemberontak.2) Diagnosis status EgoAda empat cara untuk menentukan status
ego sebagaimana dikemukakan oleh Berne (1961), yaitu : diagnosis perilaku,
diagnosis sosial, diagnosis historis, dan diagnosis fenomenologi. Namun
penekanannya lebih diarahkan pada diagnosis perilaku. a) Diagnosis perilaku,
yaitu menilai ciri-ciri status ego melalui kata-kata, intonasi suara, tempo
bicara, ekspresi, postur, gerakan badan, pernafasan dan gerakan otot dapat
menjadi tanda dalam mendiagnosis status ego. b) Diagnosis sosial, yaitu
mengamati ciri status ego seseorang melalui bentuk interaksi yang dilakukan
terhadap orang lain. c) Diagnosis historis. Latar belakang dan gambaran masa
lalu seseorang merupakan target pendiagnosis ini. Jika seseorang berpikir,
merasa dan bertindak didominasi oleh status ego tertentu dan apa yang
dimunculkan ternyata memiliki kesesuaian dengan kehidupan di masa lalu maka
jelas bahwa secara historis wujud status ego telah terpenuhi. d) Diagnosis
fenomenologis. Teknik diagnosis ini muncul ketika pengalaman masa silam menjadi
bagian dari ingatan seseorang. Artinya diagnosis ini memfokuskan pada kemampuan
uji-diri (self-examination). Kadang seseorang mampu secara akurat memastikan
bahwa yang aktif dalam dirinya adalah status ego Anak, namun kadang juga
sebaliknya bahwa yang semula status ego Anak ternyata status ego Dewasa. 3) Pencemaran dan Eksklusi Status EgoPencemaran atau kontaminasi status
ego merupakan suatu situasi dimana batas antara status ego yang satu dengan
status ego lainnya lemah, sehingga status ego tertentu mengalami pencemaran
atau terpengaruh oleh status ego yang lain (Berne, 1961). Kontaminasi dapat
terjadi pada status ego Orangtua ke Dewasa dan dari status ego Anak ke Dewasa.
Kontaminasi juga dapat terjadi secara ganda, yaitu jika status ego Orangtua dan
Anak mencemari status Ego Dewasa secara bersamaan.Keadaan eksklusi (exclusive) terjadi
jika seseorang tanpa sadar sering memperagakan penggunaan salah satu status ego
dalam waktu lama atau menetap, sehingga kurang memberi kesempatan kepada status
ego lainnya untuk berekspresi (Berne, 1961; de Blot, 2002). Sebagai contoh
misalnya, penggunaan status ego Orangtua sehingga individu sering terlihat
selalu menunjukkan perilaku menasehati, marah, membatasi, menunjukkan
kewibawaan berlebihan, dan menghardik. Penggunaan status ego Dewasa secara
tepat dapat mengarahkan individu untuk mempertimbangkan situasi yang sesuai
menunjukkan kewibawaan, menasehati, marah, membatasi ataupun menghardik.
Demikian halnya bila disadari, penggunaan status ego Anak akan membantunya
untuk tidak selalu dengan ciri status ego Orangtua tetapi dapat menunjukkan
perilaku bergurau, humor, atau dengan cara bermohon (de Blot, 2002). Individu
dikatakan memiliki ciri kepribadian yang baik jika status Ego dewasa dapat
menjadi pengendali dari ketiga status ego secara efektif dan sehat (Boholst,
2002). 4) EgogramEgogram merupakan sejenis peraga
untuk merekam sejauhmana fungsi status ego aktif yang tergambar melalui
perilaku seseorang. Dussay (1984) menggambarkan rekaman setiap status ego
seseorang menjadi semacam grafik yang dibuat secara intuitif. Egogram ini
terdiri dari sebuah garis kolom dibagi lima untuk masing-masing fungsi status
ego. Gambar 2 memperlihatkan egogram yang terdiri dari lima kotak sesuai status
ego individu, sehingga hasil imajinasi seseorang terhadap status ego pribadinya
akan menunjukkan kolom status ego mana yang menonjol terhadap kolom status ego
lainnya.
Tiap-tiap kolom status
ego akan bertambah naik bila secara intuitif seseorang merasakan bahwa status
ego tersebut semakin bertambah kuat dalam dirinya. Analisis transaksional dalam
penerapannya berupaya membangun pengetahuan setiap individu untuk mengenal saat
mana pikiran, perasaan dan tingkahlaku mereka menggambarkan status ego
tertentu, disamping memberikan kesadaran mengenai apakah ada status ego
tertentu yang mendominasi atau yang perlu dioptimalkan. b. Strokes Sebuah
premis dasar dari pendekatan analisis transaksional adalah bahwa manusia
membutuhkan pengakuan baik secara fisik maupun psikologis untuk mengembangkan
rasa percaya diri dan sebagai dasar untuk mencintai diri sendiri serta orang
lain. Ada banyak bukti bahwa kurangnya kontak fisik dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan bayi, dan dalam kasus ekstrim dapat menyebabkan
kematian (Berne, 1961; Corey, 2005; Joines, 2005). Individu dalam tumbuh
kembangnya membutuhkan pengakuan dan perhatian, ini disebut sebagai Stroke.
Stroke adalah setiap tindakan pengakuan atau yang menjadi sumber rangsangan
yang diberikan atau ditawarkan seseorang kepada orang lain. Jenis-jenis Stroke
dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Verbal atau nonverbal, jenis
Stroke ini menggambarkan adanya pertukaran perhatian dalam bentuk kata-kata
maupun dalam bentuk gerakan. Macam-macam bentuk perhatian verbal
misalnya : ungkapan memuji, melecehkan, menghargai, ataupun mengkritik;
bentuk perhatian non-verbal misalnya: berjabat tangan, pelukan, sentuhan,
kedipan mata ataupun ekspresi senyuman atau cara berpenampilan. Kadang-kadang
sulit membedakan antara Stroke verbal dan non-verbal. 2) Tanpa syarat atau
bersyarat. Contoh Stroke bersyarat seperti : "Aku menyukai dirimu
asalkan..." sedangkan Stroke tanpa syarat: "Aku mencintaimu karena
aku sayang kamu." 3) Stroke positif atau negatif. Sebuah bentuk perhatian
yang menyenangkan yang diberikan atau diterima seseorang seperti :
sentuhan fisik, kata-kata menerima, penghargaan, senyum, dan keramahan disebut
stroke positif. Sebaliknya bila yang diterima menyakitkan seperti: diabaikan,
dikritik ataupun dilecehkan maka disebut stroke negatif. Menariknya stroke
negatif dianggap lebih baik daripada tidak mendapatkan stroke sama sekali
(Covey, 2005). c. Analisis Transaksi Setiap apa yang dipertukarkan atau
diekspresikan oleh masing-masing individu dalam berinteraksi disebut Transaksi
(Berne, 1961; Stewart, 1996; Covey, 2005; Joines, 2005). Transaksi dapat
terjadi secara verbal (transaksi sosial) dan non-verbal (transaksi psikologik)
yang terjadi dalam transaksi terselubung. Terdapat tiga bentuk transaksi dalam
kaitannya dengan interaksi yang terjadi antara dua individu (Berne, 1961),
yaitu : transaksi sejajar (saling mengisi), transaksi silang dan transaksi
terselubung. 1) Transaksi sejajar (Complimenter Transaction). Transaksi ini
dapat terjadi jika diantara stimulus dan respon mengalami kesesuaian atau
kecocokan, tepat dan memang diharapkan, sehingga transaksi ini akan berjalan
lancar. Misalnya, pembicaraan antara dua individu yang sama-sama menggunakan
status ego Orangtua, Dewasa atau Anak. Misalnya: “Wah, sekarang untuk masuk
sekolah sulitnya bukan main?” (Parent ke Parent). “Betul, saya kemarin beli
formulirnya saja sudah susah!” (Parent ke Parent). “Apakah laporan itu telah
selesai dibuat?” (Adult ke Adult). “Ya, nanti akan saya kirimkan ke anda lewat
email.” (Adult ke Adult). “Maukah kamu kesini nonton film bersamaku?” (Child ke
Child). “Pasti mau – apakah aku harus kesana sekarang?” (Child ke Child) 2)
Transaksi silang (Crossed Transaction). Transaksi ini terjadi jika diantara
stimulus dan respon tidak cocok atau berlangsung tidak sebagaimana yang
diharapkan oleh salah satu pihak atau bahkan keduanya. Biasanya komunikasi
semacam ini akan cenderung terganggu atau tidak OK. Misalnya : “Waduh,
badanku kok terasa nggak enak ya?” (Adult ke adult). “Makanya jangan ambisius
dan ngoyo cari uang!” (Parent ke Child). 3) Transaksi tersembunyi (Ulteration
Transaction). Transaksi ini terjadi jika antara dua status ego beroperasi
bersama-sama, meliputi transaksi Dewasa diarahkan ke Dewasa, akan tetapi
melalui pesan tersembunyi dari yang sebenarnya; misalnya Dewasa ke Anak, atau
Orangtua ke Anak. Misalnya : “Aduh bu, anak saya yang di TK sekarang
ngambek!” (Parent ke Parent). “Biasa, namanya saja anak yang gede sering
malas.” (Adult ke Child) Bentuk-bentuk transaksi tersebut akan menjadi pilihan
setiap individu dalam mengadakan interaksi-komunikasi dengan individu lain dan
konsekuensi dari bentuk-bentuk transaksi akan tergambar seperti (Berne, 1961):
(1) jika model transaksi yang digunakan lebih banyak bersifat complementer,
maka akan sering timbul masalah, yaitu kebosanan; (2) jika individu dalam
berkomunikasi lebih banyak menggunakan transaksi silang, maka akan cenderung
timbul perasaan tidak senang karena respon yang didapat tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Akan tetapi transaksi ini dapat digunakan untuk mengalihkan
atau menghentikan pembicaraan yang tidak bermutu atau yang bertele-tele; (3)
interaksi terselubung jauh lebih rumit jika digunakan, karena menggunakan lebih
dari satu bentuk status ego. Ciri lainnya dalam interaksi ini adalah sering
menggunakan bahasa tersirat (ironi) dan biasanya menggunakan transaksi
non-verbal, misalnya gerakan badan, ekspresi wajah dan sikap. d. Keputusan
(Decision) dan Keputusan Ulang (Redecisions) Analisis transaksional menekankan
kemampuan individu untuk menyadari keputusan yang mengatur perilakunya dan
kemampuan untuk mengambil inisiatif mengubah kembali arah hidupnya menjadi
lebih efektif melalui keputusan baru. Uraian ini membahas keputusan yang dibuat
sebagai respons terhadap perintah Orangtua dan kontra-perintah yang merupakan
penjelasan awal dari proses redecisional. Goulding (Covey, 2005) menyusun
daftar perintah umum yang sering dilakukan para Orangtua terhadap anak-anak
mereka dengan kemungkinan penyusunan keputusan kembali sebagai bentuk tanggapan
anak terhadap orangtua. 1) “Jangan melakukan kesalahan.” Anak-anak yang
mendengar dan menerima pesan ini sering takut mengambil risiko yang dapat
membuat mereka terlihat bodoh. Mereka cenderung menyamakan kesalahan dengan
kegagalan. Kemungkinan keputusan: “Daripada membuat keputusan tetapi salah,
lebih baik jangan pernah memutuskan sesuatu.” Anak akan cenderung memilih untuk
berpikir, bahwa membuat keputusan adalah bodoh karena tetap saja salah dan
tidak pernah akan dinilai sempurna. Dengan tidak membuat keputusan, maka masih
terdapat kesempatan untuk menjadi sempurna karena tidak melakukan kesalahan. 2)
“Jangan!” Pesan mematikan ini sering diberikan dalam bentuk non-verbal oleh
orangtua secara terus menerus kepada anaknya. Pesan dasar "Aku berharap
kau tidak dilahirkan." Kemungkinan keputusan: "Aku akan terus mencoba
sampai aku mendapatkan kau mencintaiku." 3) “Jangan menjadi akrab.”
Terkait dengan perintah ini adalah pesan "Jangan percaya" dan
"Jangan pernah menyintai." Kemungkinan keputusan: "Cukup sekali
aku dicintai, begitu menyakitkan dan aku berjanji untuk tidak lagi mengenal
perasaan dan kata cinta.” "Pedih bila membayangkan untuk dekat lagi dengan
seseorang, biarkan aku sendiri untuk selamanya,” 4) “Jangan merasa penting.”
Jika ungkapan atau pembicaraan seorang anak diabaikan atau tidak pernah
diperhatikan, akan menumbuhkan perasaan bahwa apa yang dimilikinya tidak pernah
akan dianggap penting dan berguna bagi orang lain. Kemungkinan keputusan:
"Apapun prestasi yang aku lakukan itu tidak penting.” “Keberhasilan yang
aku lakukan ini, itu hanyalah kebetulan saja.” 5) “Jangan seperti anak-anak.”
Pesan ini bermaksud menyampaikan: "Selalu bertindak dewasa!"
"Jangan kekanak-kanakan." "Tetaplah kontrol diri."
Kemungkinan keputusan: "Aku akan mengurus orang lain dan tidak akan
berharap banyak dari diriku sendiri." "Aku tidak akan membiarkan
diriku bersenang-senang. 6) Jangan berkembang. Pesan ini disampaikan
berdasarkan ketakutan yang dirasakan orangtua dan tidak ingin anaknya tumbuh
dewasa dengan cara lain yang tidak diinginkannya. Kemungkinan keputusan:
"Aku akan tetap mempertahankan ciri selaku seorang anak, dengan begitu aku
akan tetap mendapatkan belaian dan persetujuan Orangtua." 7) “Jangan
berhasil.” Jika anak-anak secara positif diperkuat untuk gagal, mereka dapat
menerima pesan bukan untuk mencari kesuksesan. Kemungkinan keputusan: "Aku
tidak akan pernah melakukan apa pun yang cukup sempurna, jadi kenapa harus
mencoba?". "Kalaupun aku tidak berhasil, aku masih tetap mendapatkan
perhatian karena akan terus dibimbing dan diarahkan,” akibatnya akan berlanjut
pada ketakutan untuk memutuskan sesuatu karena takut salah dan gagal serta
tidak lagi akan diperhatikan oleh orang lain. 8) “Jangan menjadi dirimu.” Ini
menyarankan untuk mengarahkan anak berpikir bahwa mereka tidak sebagaimana yang
diharapkan. Ungkapan ini disampaikan orangtua karena alasan-alasan bahwa anak
yang diimpikan berbeda dengan yang ada saat ini, baik berupa jenis kelamin,
bentuk, ukuran, warna kulit, ciri-ciri inteligensi dan sebagainya. Kemungkinan
keputusan: "Mereka akan mencintai aku hanya jika aku seorang anak
laki-laki atau perempuan sesuai harapan mereka, sehingga tidak mungkin untuk
mendapatkan cinta mereka." "Aku akan berpura-pura menjadi anak
laki-laki atau perempuan agar sesuai dengan harapan mereka. 9) “Jangan waras
atau Jangan terlihat sehat.” Sebagian anak-anak mendapat perhatian hanya ketika
mereka secara fisik labil, sakit atau menunjukan perilaku yang tidak biasanya.
Kemungkinan keputusan: "Aku akan sakit, atau berperilaku seperti tidak
biasanya. Dengan begitu aku akan tetap mendapatkan kasih sayang orangtua."
10) “Jangan merasa memiliki.” Perintah ini dapat menunjukkan bahwa orangtua
menganggap anak tidak punya hak untuk merasa memiliki. Kemungkinan keputusan:
"Aku akan menjadi seorang penyendiri selamanya." "Aku tidak akan
pernah punya tempat." Apa pun perintah yang pernah diterima dan menghasilkan
keputusan hidup tetapi berakibat tidak efektif dengan kenyataan hidup yang
dialami, dalam pandangan analisis transaksional harus di rubah dan diputuskan
kembali. Inilah dasar redecisional atau mengubah setiap keputusan yang pernah
dibuat. Klien didorong untuk mempelajari kembali apa yang telah dipelajarinya
ketika masa kanak-kanak dahulu. e. Posisi Hidup (Life Position) dan Latar
Kehidupan (Life Scripts) Analisis transaksional menurut Berne (Boholst, 2002)
terdiri dari empat dasar posisi kehidupan, yang semuanya didasarkan pada
keputusan yang dibuat sebagai akibat dari pengalaman masa kanak-kanak, dan yang
menentukan bagaimana orang-orang berpikir dan merasa mengenai diri mereka serta
bagaimana mereka membangun hubungan dengan orang lain: 1) Aku OK - Kamu OK (I’m
OK – Your OK) Posisi ini merefleksikan bahwa individu mempunyai kepercayaan
terhadap diri sendiri dan percaya pada orang lain. Individu tidak merasa
khawatir bila berhubungan dengan orang lain. 2) Aku OK – Kamu Tidak OK (I’m OK
– You’re not OK) Posisi ini merefleksikan bahwa individu membutuhkan orang lain
akan tetapi tidak ada yang dianggap cocok, individu merasa superior, merasa
mempunyai hak untuk memanipulasi orang lain demi kepentingannya sendiri. 3) Aku
tidak OK – Kamu OK (I’m not OK – You’re OK) Posisi ini merefleksikan bahwa
individu merasa tidak terpenuhi kebutuhannya dan merasa bersalah. Posisi ini
sering membuat seseorang mengalami keadaan depresif karena perasaan bersalah,
inferior, tidakpercaya dengan kemampuan yang dimiliki hingga memunculkan
ketakutan dan cemas. 4) Aku tidak OK – Kamu Tidak OK (I’m not OK – You’re not
OK) Posisi ini merefleksikan bahwa dirinya merasa lemah tidak baik dan orang
lain pun juga tidak baik, karena tidak ada sumber belaian atau perhatian yang
positif, individu akan menyerah dan merasa tidak berdaya. Script dibentuk oleh
aturan, arahan dan perintah yang diterima individu dimasa lalu yang dilakukan
oleh orangtua atau figur orangtua individu. Unsur-unsur dalam script akan
memberi pengaruh pada cara individu menghayati kehidupannya (Boholst, 2002). f.
Games Serangkaian peristiwa transaksi dan Stroke yang bermasalah dan terjadi
secara berulang namun tidak pernah disadari, maka akan berdampak buruk serta
mempengaruhi kehidupan seseorang (Berne dalam Spanceley, 2007).
Pengalaman-pengalaman inilah yang akan menjadi target game, dimana individu
akan diarahkan untuk terlibat dalam sebuah drama menghayati perjalanan
kehidupannya. Dengan kata lain, game merupakan sarana menyadarkan individu dari
agenda-agenda tersembunyi yang selama ini membatasi kehidupannya. Sebuah game
menurut Berne (1964) akan terdiri atas tiga posisi: 1) Penganiaya (Persecutor).
Ciri-ciri seseorang dengan pola penganiaya adalah: terlalu ketat membatasi diri
pada hal-hal yang tidak perlu, suka mengritik, sering mengecilkan kapasitas
orang lain, selalu bersikap kaku, berpegang teguh pada kewibawaan diri,
menyuruh dan marah, dan merupakan pola yang sering tergambar pada status ego
orang tua pengkritik. 2) Penyelamat (Rescuer). Ciri-ciri seseorang dengan pola
penyelamat adalah: suka membantu dan menolong sekalipun terpaksa, akan merasa
bersalah jika tidak berusaha membantu dan menolong, cenderung bersifat
tergantung pada orang lain, permissive, terlalu bersikap lembut, dan merupakan
pola yang sering tergambar pada status ego orang tua pembimbing. 3) Korban
(Victim). Ciri-ciri seseorang dengan pola korban adalah: merasa menjadi korban
dalam setiap peristiwa, merasa tertindas, tak berdaya, putus asa, dan merasa
sulit untuk terbebas dari setiap tekanan, ketegasan diri kurang, merasa tidak
mampu membuat keputusan, kesulitan mencapai kesenangan subyektif dan pemahaman
diri kurang, serta merasa sering ditolak. Game merupakan sarana menilai ciri
kepribadian individu. Sarana ini kemudian akan membantu menyadari karakteristik
yang mempengaruhinya ketika mengalami hambatan- hambatan psikologis.
Hambatan-hambatan psikologi ini merupakan akumulasi dari pengalaman script,
decisional serta kecenderungan secara kaku menggunakan status ego tertentu.
sunber:
No comments:
Post a Comment